Baca Juga
Cerita Misteri - Cerita Didatangi Hantu Penunggu Sawah | Desa, suatu tempat yang identik dengan cerita mistisnya dan juga kepercayaan-kepercayaan berbau klenik. Ini kejadian nyata yang ku alami beberapa tahun lalu ketika didatangi hantu penunggu sawah. Namaku Sarinah (samaran), aku seorang ibu 2 anak, anak sulung ku sudah menikah, sedangkan si bungsu masih duduk di bangku SMA. Saat itu tetanggaku sebut saja Nanik sedang mengadakan hajatan sunatan anak ke-2 nya.
Acaranya dilangsungkan 2 hari 2 malam, malam pertama hajatan biasa disebut melekan dikampung ku. Seperti halnya orang hajatan pada umumnya, hampir semua tetangga diundang untuk ikut membantu menyiapkan acara tersebut, termasuk aku yang ditugaskan dibagian dapur bersama tetangga yang lain. Malam itu adalah malam pertama hajatan (melekan), entah jam berapa aku lupa, setelah acara walimatul khitan selesai, sebuah kuali berukuran sedang tiba-tiba saja diberikan kepada kami yang bertugas di dapur.
Kuali itu berisi sisa kuah gulai dan tulang kambing, entah apa maksudnya, tapi bagi sebagian dari kami itu merupakan sebuah pelecehan, karena mengira sisa gulai tersebut ditujukan kepada kami. Salah satu sanak keluarga si empunya acara pun tak terima dan ngedumel “dilok en kilo, mosok panci isi dodoh ambek belung dikekno mrene! (Lihat ni, masak kuali isi kuah sama tulang dikasih kesini!)” Kemudian salah satu sanak keluarga yang kesal tersebut menyiramkan kuah gulai dan tulang tersebut ke salah satu petak sawah milik tetanggaku yang kebetulan juga berseberangan dengan dapur hanya dipisahkan sungai kecil.
Di desa memang ada kepercayaan bahwa setiap petak sawah memiliki penunggu masing-masing. Dan hal itu memang terbukti. Setelah tugas kami selesai, kami semua pun pulang, hanya tinggal bapak-bapak saja yang sekedar duduk-duduk di meja tamu sambil bercengkerama dan mendengar musik yang diputar dari sound sistem. Sesampainya dirumah, aku bergegas istirahat karena lelah dengan aktivitas seharian di rumah tetanggaku.
Baru beberapa menit aku memejamkan mata, hidungku mencium aroma khas gulai kambing. Aku yang penasaran pun membuka mata untuk memastikan dari mana aroma itu berasal. Saat aku membuka mata, kulihat hal yang tak pernah kuduga sebelumnya. Sesosok wanita dengan rambut panjang menutupi wajahnya berdiri dihadapanku. Sosok itu hanya diam, kemudian dia agak membungkuk dan menyibakan seluruh rambutnya ke depan, hingga aku lihat tengkuknya basah oleh semacam air.
Aku baru menyadari bahwa aroma gulai tadi berasal dari sosok wanita ini. Rupanya sosok wanita ini adalah penunggu petak sawah yang disiram kuah gulai oleh salah satu sanak keluarga si empunya hajatan. Mungkin dia marah karena kuah itu tidak sengaja mengenainya. Aku yang ketakutan setengah mati hanya bisa berkata “dudu aku seng nyiram,tapi si A (bukan saya yang nyiram, tapi si A).
Setelah itu sosok itu menghilang, aku segera berlari keluar untuk menjemput suamiku yang ikut bercengkrama bersama bapak-bapak yang lain di tempat hajatan. Setelah itu, malam itu juga aku pergi ke rumah si A dan memarahinya atas kejadian yang menimpaku akibat ulahnya “sampean iku, gara-gara sampean maeng aku diparani ambel seng nungguk! (Kamu itu, gara-gara kamu tadi aku jadi disamperin sama yang nunggu)” si A hanya tertawa saat aku marahi. Pesanku dari kisah ini adalah, apapun yang akan kita lakukan, sebaiknya berhati-hati, jangan sembarangan dan jika di tempat yang dipercaya memiliki penunggu sebaiknya permisi dahulu.
Baca Juga: Kisah Bekas Pabrik Boneka Kayu Bekasi
Acaranya dilangsungkan 2 hari 2 malam, malam pertama hajatan biasa disebut melekan dikampung ku. Seperti halnya orang hajatan pada umumnya, hampir semua tetangga diundang untuk ikut membantu menyiapkan acara tersebut, termasuk aku yang ditugaskan dibagian dapur bersama tetangga yang lain. Malam itu adalah malam pertama hajatan (melekan), entah jam berapa aku lupa, setelah acara walimatul khitan selesai, sebuah kuali berukuran sedang tiba-tiba saja diberikan kepada kami yang bertugas di dapur.
Kuali itu berisi sisa kuah gulai dan tulang kambing, entah apa maksudnya, tapi bagi sebagian dari kami itu merupakan sebuah pelecehan, karena mengira sisa gulai tersebut ditujukan kepada kami. Salah satu sanak keluarga si empunya acara pun tak terima dan ngedumel “dilok en kilo, mosok panci isi dodoh ambek belung dikekno mrene! (Lihat ni, masak kuali isi kuah sama tulang dikasih kesini!)” Kemudian salah satu sanak keluarga yang kesal tersebut menyiramkan kuah gulai dan tulang tersebut ke salah satu petak sawah milik tetanggaku yang kebetulan juga berseberangan dengan dapur hanya dipisahkan sungai kecil.
Di desa memang ada kepercayaan bahwa setiap petak sawah memiliki penunggu masing-masing. Dan hal itu memang terbukti. Setelah tugas kami selesai, kami semua pun pulang, hanya tinggal bapak-bapak saja yang sekedar duduk-duduk di meja tamu sambil bercengkerama dan mendengar musik yang diputar dari sound sistem. Sesampainya dirumah, aku bergegas istirahat karena lelah dengan aktivitas seharian di rumah tetanggaku.
Baru beberapa menit aku memejamkan mata, hidungku mencium aroma khas gulai kambing. Aku yang penasaran pun membuka mata untuk memastikan dari mana aroma itu berasal. Saat aku membuka mata, kulihat hal yang tak pernah kuduga sebelumnya. Sesosok wanita dengan rambut panjang menutupi wajahnya berdiri dihadapanku. Sosok itu hanya diam, kemudian dia agak membungkuk dan menyibakan seluruh rambutnya ke depan, hingga aku lihat tengkuknya basah oleh semacam air.
Aku baru menyadari bahwa aroma gulai tadi berasal dari sosok wanita ini. Rupanya sosok wanita ini adalah penunggu petak sawah yang disiram kuah gulai oleh salah satu sanak keluarga si empunya hajatan. Mungkin dia marah karena kuah itu tidak sengaja mengenainya. Aku yang ketakutan setengah mati hanya bisa berkata “dudu aku seng nyiram,tapi si A (bukan saya yang nyiram, tapi si A).
Setelah itu sosok itu menghilang, aku segera berlari keluar untuk menjemput suamiku yang ikut bercengkrama bersama bapak-bapak yang lain di tempat hajatan. Setelah itu, malam itu juga aku pergi ke rumah si A dan memarahinya atas kejadian yang menimpaku akibat ulahnya “sampean iku, gara-gara sampean maeng aku diparani ambel seng nungguk! (Kamu itu, gara-gara kamu tadi aku jadi disamperin sama yang nunggu)” si A hanya tertawa saat aku marahi. Pesanku dari kisah ini adalah, apapun yang akan kita lakukan, sebaiknya berhati-hati, jangan sembarangan dan jika di tempat yang dipercaya memiliki penunggu sebaiknya permisi dahulu.
Baca Juga: Kisah Bekas Pabrik Boneka Kayu Bekasi
loading...
0 comments: